Seni Drama
Seni Drama adalah curahan perasaaan seseorang yang dituangkan dalam bentuk gerak
bercerita yang diramu dengan musik yang sesuai.
Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan
sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa
dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas
manusia. Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-masingindividu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk darimemilih medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau perasaandengan cara seefektif mungkin untuk medium itu. Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan
bentuk (seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar merah yang bermaksud cinta).
Kata drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak.
Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan.
ARTI DRAMA
Arti pertama dari Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, actiom (segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (axcting), dan ketegangan pada para pendengar.
Arti kedua, menurut Moulton Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action). Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan kehendak dengan action.
Menurut Balthazar Vallhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sifat
manusia dengan gerak.
Arti ketiga drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang
diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan
penonton (audience)
Adapun istilah lain drama berasal dari kata drame, sebuah kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat, sebuah drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia tapi tidak bertujuan mengagungkan tragedi. Bagaimanapun juga, dalam jagat modern, istilah drama sering diperluas sehingga mencakup semua lakon serius, termasuk didalamnya tragedi dan lakon absurd. Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action. Meskipun merupakan satu bentuk kesusastraan, cara penyajian drama berbeda dari bentuk kekusastraan lainnya. Novel, cerpen dan balada masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi, dan merupakan karya sastra yang dicetak. Sebuah drama hanya terdiri atas dialog; mungkin ada semacam penjelasannya, tapi hanya berisi petunjuk pementasan untuk dijadikan pedoman oleh sutradara. Oleh para ahli, dialog
dan tokoh itu disebut hauptext atau teks utama; petunjuk pementasannya disebut
nebentext atau tek sampingan.
Sejarah Drama Indonesia
Bangsa kita
sudah mengenal drama sejak jaman dulu. Keberadaannya
ditandai dengan adanya kegiatan
ritual keagamaan yang dilakukan oleh para pemuka agama dan diikuti oleh masyarakat sekitarnya. Karena kegiatan ritual keagamaan erat
kaitannya dengan kehidupan masyarakat, maka kegiatan ritual ini kemudian
mengalami perkembangan dengan dimasukannya
unsur tari dan musik sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat itu
pula. Dibanding dengan
upacara-upacara ritual keagamaan di Barat, upacara-upacara ritual di Indonesia
sifatnya lebih puitis karena dilakukan dengan cara mengucapkan mantera- mantera.
Pada perkembangan berikutnya, Berdasarkan
cara-cara melakukan upacara keagamaan itu lahirlah tontonan drama, yang
kemudian berkembang sesuai dengan selera masyarakat dan perkembangan zaman. Berdasarkan kurun waktunya, perkembangan
drama di Indonesia dikelompokkan menjadi drama atau teater tradisional, drama atau teater transisi dan drama atau
teater modern.
1. Drama atau Teater Tradisional
Sebelum masa kemerdekaan, Indonesia
mengenal istilah drama
tradisional yaitu bentuk drama yang yang bersumber dari tradisi masyarakat
lingkungannya. Drama tradisional ini
merupakan hasil kreatifitas berbagai suku bangsa Indonesia di beberapa daerah. Dasar
cerita yang digunakannya bersumber dari sastra lama seperti pantun, syair,
dongeng, legenda atau sastra lisan daerah lainnya. Karena bertolak dari sastra
lisan inilah, maka drama tradisional dipentaskan tanpa menggunakan naskah. Semua dialog serta gerak laku aktor di atas
panggung diungkapkan secara spontan dan hanya mengandalkan improvisasi. Dalam penyajiannya, drama tradisional ini
juga dilakukan dengan menari menyanyi dengan diiringi oleh tetabuhan serta
sisipan lelucon, dagelan, atau banyolan.
Kemunculan drama tradisional di Indonesia
antar daerah satu dengan daerah lainnya sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh
unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu yang berbeda-beda, tergantung dari
kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater
tradisional lahir.
Drama tradisional ini
terbagi lagi menjadi drama atau teater tutur, drama atau teater rakyat, serta
drama ata teater wayang. Berikut ini disajikan beberapa bentuk teater
tradisional yang ada di daerah-daerah di Indonesia.
a) Drama atau Teater Tutur
Drama atau teater
tutur merupakan suatu jenis pementasan drama yang bertolak dari sastra lisan
yang dituturkan dan belum diperagakan secara lengkap. Proses pementasannya hanya
dituturkan oleh dalang dan sering dilakukan dengan menyanyi serta diiringi oleh
suatu tabuhan. Berikut ini disajikan beberapa bentuk drama atau
teater tutur yang ada di daerah-daerah di Indonesia.
1)
PMTOH di
Aceh
Drama atau teater tutur di Aceh bermula dari pembacaan hikayat (peugah haba) yang disampaikan oleh seorang penutur cerita yang hanya dilengkapi dengan sebilah pedang dan bantal. Penampilan nyaris tanpa akting, dan agak
sulit mengikuti alur cerita karena tidak terjadi perubahan karakter tokoh. Penggiat drama tutur ini adalah Mak Lapee dan Teungku Ali Meukek.
Drama atau teater tutur ini menjadi menarik setelah
dikembangkan Teungku Adnan dengan mempergunakan alat musik rapa’i, pedang,
suling (flute), bansi (block flute) dan mempergunakan proferti mainan
anak-anak, serta kostum. Oleh Teungku Adnan dan para
apresiatornya pertunjukkan drama ini dinamai PMTOH. Nama ini diambil dari
sebuah tiruan bunyi klakson
bus bernama P.M.T.O.H yang sering ditumpangi oleh Teungku Adnan ketika hendak berjualan obat sambil menunjukkan
kepiawaiannya bercerita. Kekuatan
yang paling mendasarkan dalam teater tutur P.M.T.O.H adalah daya improvisasi
penyaji yang sangat tinggi. Gaya komedikalnya membawakan hikayat masa lalu
dikaitkan dengan peristiwa masa kini.
2)
Bakaba di
Sumatera Barat
Bakaba merupakan drama rakyat
dari Sumatera Barat yang dalam pertunjukkannya dituturkan oleh
sekurang-kurangnya dua tukang cerita dalam prosa liris yang dilagukan. Lagu
yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan cerita. Untuk mengiringi tukang
cerita tersebut, biasanya digunakan musik pengiring seperti rebab, kecapi dan
rebana. Pada saat pertunjukkan tidak jarang terjadi komunikasi antara penutur
cerita dengan para penonton. Pertunjukkan Bakaba ini biasanya dilaksanakan
apabila salah satu anggota keluarga melangsungkan acara perkawinan, pesta panen
atau menempati rumah baru.
3)
Pantun Sunda
dari Jawa Barat
Sesuai
dengan arti kata pantun yaitu ‘padi’, pada awalnya pantun Sunda dihubungkan
dengan pemujaan terhadap Dewi Padi yaitu Nyi Pohaci, Kersa Nyai, atau Nyi
Pohaci Sang Hyang Sri. Pada perkembangan selanjutnya sering dilaksanakan pada
upacara keluarga seperti ruwatan, kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian,
dan nazar.
Cerita
pantun kebanyakan memaparkan kerajaan-kerajaan Sunda lama seperti Galuh dan
Pajajaran. Cerita lain yang sering muncul antara lain ‘Munding Laya Dikusumah’,
‘sangkuriang’, ‘Ciung Wanara’, ‘Sumur Bandung’, ‘Sulanjaya’, ‘Kidang Pananjung’,
dan lain-lain. Cerita-cerita tersebut disampaikan oleh seorang juru pantun yang
dibantu oleh dua orang nayaga yaitu penabuh musik pengiring (kecapi).
4)
Kentrung, dari Jawa Timur
Secara umum, kentrung merupakan bentuk drama berupa cerita yang
disampaikan secara lisan oleh dalang kentrung. Meski demikian, pengertian kata kentrung bisa
dibedakan menjadi dua, yakni berdasarkan penyingkatan dua kata dan bunyi yang dikeluarkan oleh
instrumen. Pengertian yang
pertama, kentrung berasal
dari kata Ngre’ken (menghitung ) dan Ngantung (berangan-angan). Maksudnya
mengatur jalannya dengan berangan-angan. Pengertian kedua berasal
dari bunyi kata Kluntrang-Kluntrung yang artinya pergi dan
mengembara kesana kemari.
Kesenian kentrung banyak dijumpai di Jawa Tengah dan
Jawa Timur khususnya di derah pesisir timur selatan. Selain itu, juga terdapat
di sentra daerah, misalnya Surabaya, Jember, Pasuruan, Bojonegoro, Lamongan.
Nganjuk dan Jombang. Kentrung
biasanya
dipentaskan pada acara sunatan, tingkeban, perkawinan, atau ruwatan. Cerita
yang disajikan adalah prosa yang diselingi oleh puisi yang dilagukan dengan
iringan tabuhan rebana, gendang, angklung, lesung, terompet, dan lain-lain.
Sepanjang pementasanya
Kentrung hanya diisi oleh seorang dalang yang merangkap sebagai penabuh gendang
dan ditemani oleh penyenggak
serta para personel yang memegang instrumen jidor,
ketipung/kempling/timplung, dan kendang. Dalam
perkembangannya pemain kentrung sudah bisa berekspresi memerankan tokoh seperti
pemain ludruk dan kesenian ketoprak.
5)
Cekepung di Lombok.
Cekepung berawal dari tiruan
bunyi alat musik yang diujarkan cek...cek...cek...pung. Cekepung pada dasarnya
adalah seni membaca kitab lontar yang diiringi oleh instrumen suling, dan
beberapa peniruan bunyi alat musik oleh ujaran. Pemain cekepung sedikitnya
terdiri dari 6 orang pemusik dan penyanyi serta seorang pembaca lontar. Masing-masing bertugas memainkan suling,
redep (rebab, sejenis alat musik yang digunakan dalam kesenian gambang
keromong, Betawi). Kemudian ada pemaos
(pembaca naskah lontar), penyokong
(pendukung), dan punggawa
(penerjemah) naskah Lontar Monyeh sebagai sumber cerita. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sasak dengan penjelasan gerak tari,
mimik wajah, dan lawakan.
6)
Sinrilik di Sulawesi Selatan
Sinrilik merupakan pertunjukkan
drama tutur yang dari
Sulawesi Selatan (khususnya daerah Gowa dan Maros) yang dinyanyikan dalam
bahasa Makasar oleh seorang pasinrili
dan dimainkan para pemain dengan iringan keso-keso (rebab). Tema-tema sinrilik
menyangkut kepahlawanan, keagamaan dan cinta. Baik ceritanya maupun musiknya
diimprovisasikan, namun mampu membangkitkan perasaan, keindahan dan komedi.
Dulu Sinrilik hanya dipentaskan apabila raja yang
meminta, namun kesenian ini kemudian berubah bentuk menjadi pertunjukkan drama populer yang disenangi seluruh lapisan
masyarakat. Pertunjukkannya biasanya dilakukan di
anjungan rumah atau halaman pada acara-acara tertentu sperti syukuran, pesta
panen, membangun rumah, dan sebagainya. Sedangkan waktunya dilakukan siang hari
atau malam setelah sembahyang isya.
7)
Wayang Beber
dari Pacitan
Wayang Beber berbentuk lukisan
di atas kertas tentang wayang yang bergambar seperti wayang kulit purwa.
Lukisan wayang tergantung pada cerita yang disajikan, jadi semacam komik tanpa
dialog. Lukisan wayang terdiri dari enam gulung, dan setiap gulung terdiri dari
empat adegan. Sambil membeberkan lukisan itu, dalang bernarasi sambil diiringi
seperangkat gamelan, rebab, kendang, kenong, gong, dan lain-lain yang dipikul
beberapa pemusik. Pertunjukkan ini turun temurun artinya tidak bisa diturunkan
atau diajarkan kepada orang lain selain keluarga. Biasanya pertunjukkan untuk
upacara ruwatan dan nazar saja.
0 komentar:
Posting Komentar